Bom bunuh diri meledak di Masjid Az Dzikra di kompleks Mapolresta Cirebon, Jumat pukul 12.35 Waktu Indonesia Barat. Terjadi di tengah Salat Jumat -- hanya sesaat setelah imam mengumandangkan takbir pertama, “Allahu Akbar”.
Suara ledakan keras terdengar hingga radius 500 meter. Warga sempat mengira, itu suara ledakan ban truk. Tapi, “Saya melihat banyak polisi berdarah-darah berhamburan keluar Masjid,” kata saksi mata, Siti Khotijah, kepada VIVAnews.com Jumat 15 April 2011.
Di dalam Masjid sesosok mayat tergeletak di atas karpet sajadah merah. Dia memakai pakaian serba hitam. Celana hitam baju juga hitam. Dia juga memakai rompi berwarna hitam. Isi perutnya terburai, dikoyak ledakan bom itu.“Badan hancur, perut hancur, namun wajah utuh,” kata saksi mata, anggota Polresta Cirebon, Bripta Adesa Sembiring.
Lelaki itulah yang diduga polisi sebagai penyebab malapetaka ini. Si pelaku bom bunuh diri itu belum diketahui identitasnya. Sejumlah saksi mata menuturkan bahwa pria ini datang mengenakan kopiah hitam. Seperti jamaah lain yang datang salat Jumat. Dan itulah sebabnya para polisi yang salat di situ tak menaruh sak wasangka.
Polisi menduga bom dirangkai di dalam rompi.
Motif dan jaringan si pelaku memang masih diselidiki. Tapi polisi menduga si bomber ini memang mengincar polisi. Jika tidak, “Kenapa dia harus masuk ikut salat? Masjid itu memang tempat salat Jumat polisi di sana,” kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Anton Bahrul Alam di Jakarta, Jumat siang.
Dugaan Anton Bahrul Alam disokong sejumlah hal. Tempat ledakan itu di Masjid di Mapolresta, diledakan saat salat Jumat ketika hampir semua petinggi polisi kota itu hadir di situ. Para korban yang luka parah memang hampir semuanya polisi. “Kapolresta, Kasubag SDM, Kasat Lantas, dua anggota provos, dua PNS menjadi korban,” kata Anton.
Sesaat sebelum bom meledak, sejumlah saksi melihat pelaku maju menghampiri dan berdiri di belakang Kapolresta Cirebon, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Herukoco yang salat di barisan depan. "Pelaku salat di dekat Kapolres," kata mantan Kapolda Jawa Timur itu. Dekat dengan sumber ledakan itu, Herukoco luka parah. Tangan dan punggung penuh luka.
Ledakan barang laknat di Cirebon itu menyebabkan 26 orang luka parah. Dari jumlah itu, kata Wakil Kapolri Komisaris Jenderal (Komjen) Nanan Soekarna, "Empat PNS, 1 imam masjid, dan 21 anggota Polri,” kata dia. Satu korban tewas yang diduga sebagai pelaku itu.
Kepala Bagian Administasi Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon, Yeni R, menuturkan bahwa dari sejumlah korban itu, "Satu kritis dan satu orang matanya terluka parah terkena serpihan bom. Yeni mengisahkan bahwa hampir semua korban yang datang ke rumah sakit dengan paku dan mur baut yang menikam tubuh.
Bom ini memang diramu dengan paku, mur dan maut. Saat bom meledak, paku, mur dan baut itu melesak dalam kecepatan tinggi menikam tubuh orang-orang di sekitarnya. Itulah sebabnya para korban terluka parah.
Modus baru?
Bom di Masjid Cirebon itu memang tak disangka. Wakil Kepala Polri, Komisaris Jenderal Nanan Soekarna menegaskan bom di Masjid di kompleks kepolisian itu adalah modus baru. " Ini modus baru yang memaksa kita semua waspada," kata Nanan.
Ledakan bom itu memang membuat warga dan pemerintah sungguh terkejut. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto, tak habis pikir. Bagaimana bisa bom diledakkan di dalam Masjid. “Sungguh tidak terduga sasaran beralih ke tempat ibadah. Bukan hanya aparat tapi seluruh masyarakat agar waspada," kata Djoko.
Dia menegaskan bahwa selain mengutuk para pelaku bom itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan kepolisian mengusut tuntas, mengejar dan menangkap jaringan pelaku bom itu.
Meledakan bom di Masjid di kompleks polisi memang terbilang baru. Tapi bahwa bom di dalam Masjid, petaka di Cirebon itu bukanlah kali pertama. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyad Mbai, menegaskan bahwa modus operandi seperti ini sudah pernah terjadi sebelumnya.
Misalnya, pada 1998-1999, Masjid Istiqlal pernah menjadi sasaran. Dan pada tahun 2000, bom diledakkan di Masjid Agung Yogyakarta. "Ini sudah menjadi modus operandi dari kelompok-kelompok yang selama ini melakukan aksi seperti itu," ujar Ansyad. Kendati demikian, Ansyad menegaskan bahwa ini bukanlah kesimpulan akhir.
Ansyad menegaskan bahwa yang paling pokok dalam pengusutan kasus ini adalah fakta di lapangan. Jenderal Bintang Dua meyakini bahwa polisi dan BNPT bisa mengendus jaringan kelompok ini. Bisa ditelusuri dari rekam jejak kelompok itu selama ini.
Senada dengan Ansyad, pakar Kriminolog dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Yesmil Anwar menegaskan bahwa aksi pemboman di kantor polisi ataupun masjid sudah merupakan hal yang biasa, dan sering terjadi. "Sekarang keduanya digabungkan dan itu ada indikasi provokasi berintensitas tinggi dari terorisme lnternasional," kata Yesmil.
Diduga, aksi bom bunuh diri di Mapolresta Cirebon itu bertujuan mengadu domba penegak hukum dengan tokoh serta umat beragama. "Namun yang saya belum mengerti kenapa lokasi yang dipilihnya Cirebon. Mungkin ada juga indikasi yang mengarah kepada motif pribadi yang melibatkan pelaku dengan Polresta Cirebon," pungkasnya.
Mengapa Cirebon
Ini memang teror pertama yang terjadi di Kota Cirebon. Dan sangat mengagetkan. Pengamat terorisme, Al Chaidar berpendapat, pemilihan lokasi di kota Cirebon itu memang di luar perkiraan. "Bisa jadi memang mereka membuat serangan acak seperti ini, untuk menunjukkan bahwa mereka makin sulit dicari, ditelusuri," kata dia, kepada VIVAnews.com, Jumat siang. Sama seperti bom buku, jelas Chaidar, mereka melakukan secara acak. Metode acak ini, lanjutnya, menunjukkan bahwa, "mereka sedang ekspansi."
Cirebon, kata Al Chaidar, sejatinya bukan basis teroris. Namun belakangan ada informasi bahwa ada rekruitmen besar-besaran di daerah Cirebon, Indramayu, Brebes, dan juga di Bandung. Awalnya, "Bagi saya, ini aneh. Sebab, daerah ini bukan basis mereka, setelah bom meledak, baru saya pahami kenapa," kata Al Chaidar.
Al Chaidar menambahkan bahwa ada kemungkinan, para anggota teroris itu mengincar lokasi-lokasi di wilayah perekrutan. "Untuk itulah, daerah Indramayu, Brebes, Bandung, polisi harus lebih waspada."
Lalu mengapa memilih momentum serangan saat salat Jumat? Al Chaidar berpendapat, "Mereka (kelompok teroris) Islamnya lain. Mengapa pas salat Jumat, bagi mereka, ini peluang supaya tidak dicurigai," tambah dia. "Mereka memang memanfaatklan situasi lengah, ini yang tidak dipahami orang." Lalu, mengapa polisi yang jadi sasaran? "Polisi adalah target lokal mereka."
Cirebon, kata Al Chaidar, sejatinya bukan basis teroris. Namun belakangan ada informasi bahwa ada rekruitmen besar-besaran di daerah Cirebon, Indramayu, Brebes, dan juga di Bandung. Awalnya, "Bagi saya, ini aneh. Sebab, daerah ini bukan basis mereka, setelah bom meledak, baru saya pahami kenapa," kata Al Chaidar.
Al Chaidar menambahkan bahwa ada kemungkinan, para anggota teroris itu mengincar lokasi-lokasi di wilayah perekrutan. "Untuk itulah, daerah Indramayu, Brebes, Bandung, polisi harus lebih waspada."
Lalu mengapa memilih momentum serangan saat salat Jumat? Al Chaidar berpendapat, "Mereka (kelompok teroris) Islamnya lain. Mengapa pas salat Jumat, bagi mereka, ini peluang supaya tidak dicurigai," tambah dia. "Mereka memang memanfaatklan situasi lengah, ini yang tidak dipahami orang." Lalu, mengapa polisi yang jadi sasaran? "Polisi adalah target lokal mereka."
Senada, Direktur Eksekutif MAARIF Institute, Fajar Riza Ul Haq mengatakan, Cirebon bukanlah kota yang memiliki karakteristik radikal. Kota ini nyaris tidak pernah masuk dalam orbit radikalisme di Jawa Barat. "Banyak hal ganjil dalam kasus Cirebon ini jika dilihat dari sosiologi masyarakatnya. Apapun itu, pihak kepolisian harus segera mungkin mengungkap dalang kejadian itu", ungkap Fajar dalam rilis yang diterima VIVAnews.com.
Reaksi sesaat terhadap aksi-aksi teror ini hanya akan memberikan ruang bagi munculnya aksi serupa di lain waktu. Karena itu, katanya, pemerintah dan aparat kepolisian harus belajar dari terkatung-katungnya banyak kasus kekerasan atas nama agama. Ia juga menilai ada yang tidak beres dalam pengamanan dan pencegahan aksi teror bom. "Padahal, kejadian seperti ini sudah berulang kali," katanya
Pelaku halalkan darah ‘kafir’
Reaksi sesaat terhadap aksi-aksi teror ini hanya akan memberikan ruang bagi munculnya aksi serupa di lain waktu. Karena itu, katanya, pemerintah dan aparat kepolisian harus belajar dari terkatung-katungnya banyak kasus kekerasan atas nama agama. Ia juga menilai ada yang tidak beres dalam pengamanan dan pencegahan aksi teror bom. "Padahal, kejadian seperti ini sudah berulang kali," katanya
Pelaku halalkan darah ‘kafir’
Meski ada sejumlah petunjuk, belum diketahui siapa pelaku dan dari kelompok mana. Mantan petinggi Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas juga mengaku belum bisa memecahkan teka-teki ini. “Saya tidak tahu siapa pelaku, saya hanya bisa komentar, pelaku berpaham takfiriyah,” kata Nasir saat dihubungi VIVAnews.com, Jumat sore.
Maksudnya? Dijelaskan Nasir, pelaku menganut paham mengkafirkan. “Biarpun salat, puasa, bisa dianggap kafir jika sama-sama dengan polisi (mengkafirkan orang di luar komunitasnya),” kata dia. “Polisi juga (dianggap kafir) karena menjalankan dan setuju dengan hukum Indonesia," tambah dia.
Ketika sudah dinyatakan kafir, halal darah dan hartanya,"
Sementara, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutanto yakin, pelakunya masih kelompok lama. “Jaringannya tetap itu-itu saja, yang beda pelakunya," kata mantan Kapolri itu di Kantor Menteri Koordinator Bidang Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat 15 April 2011.
Sutanto berkaca pada pengalaman teror bom yang sebelumnya terjadi. Dia mengatakan, jaringan itu merektrut pelaku teror baru. "Karena tokoh-tokohnya mampu mempengaruhi, sehingga muncul pelaku baru," kata dia.
Sutanto berkaca pada pengalaman teror bom yang sebelumnya terjadi. Dia mengatakan, jaringan itu merektrut pelaku teror baru. "Karena tokoh-tokohnya mampu mempengaruhi, sehingga muncul pelaku baru," kata dia.
Sutanto juga berpendapat, maraknya aksi teror disebabkan lemahnya sistem hukum di Indonesia. BIN sendiri, jelas Sutanto, kesulitan dalam menangani aksi terorisme. Karena BIN hanya bisa identifikasi pelaku tanpa bisa menindaklanjuti ke proses hukum. "Mungkin hukumnya lemah. Kalau menganjurkan saja, hukum kita tidak bisa menjangkau," kata Sutanto.
Siapapun pelakunya, Menteri Agama, Suryadharma Ali meminta umat Islam tetap tenang. “Diharap tidak terpancing atas adanya tindakan-tindakan yang tak berperi kemanusiaan itu. Serahkan tindakan kekerasan kepada pihak keamanan untuk menyelesaikannya," kata Surydharma saat membuka Mukernas Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Hotel Borobudur, Jumat 15 April 2011.
Siapapun pelakunya, Menteri Agama, Suryadharma Ali meminta umat Islam tetap tenang. “Diharap tidak terpancing atas adanya tindakan-tindakan yang tak berperi kemanusiaan itu. Serahkan tindakan kekerasan kepada pihak keamanan untuk menyelesaikannya," kata Surydharma saat membuka Mukernas Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Hotel Borobudur, Jumat 15 April 2011.
Sementara, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengatakan, bom bunuh diri di masjid membuktikan bahwa terorisme tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam. "Ini bukti yang tak terbantahkan, bahwa, terorisme tak identik dengan Islam dan ajaran Islam. Karena mereka juga menghancurkan masjid dan aparat," kata Hasyim saat dijumpai di Musyawarah Kerja Nasional Partai Persatuan Pembangunan di Hotel Borobudur, Jumat, 15 April 2011."Jadi saya berharap, agar suara-suara miring yang masih menuding Islam segera dihentikan.”
Kejadian di Cirebon juga mendapat tanggapan dari amir Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Abu Bakar Ba'asyir – yang saat ini diperkarakan dalam kasus terorisme.
Apa kata Ba’asyir? Seperti disampaikan asisten pribadinya, Hasyim Abdullah, Ba’asyir mengutuk aksi bunuh diri di dalam masjid Mapolresta Cirebon. Menurut dia aksi itu haram dilakukan oleh siapapun.
"Siapapun, beliau (Ba'asyir) bilang kalau ngebom di masjid itu nggak boleh. Itu kafir, itu salah," kata Hasyim menirukan ucapan Ba'asyir usai membesuk di Rutan Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat 15 April 2011."Orang shalat di bom itu apa maunya, untuk apa itu? Kafir itu.”
Hasyim mengatakan, Abu Bakar Ba'asyir tak bisa menduga siapa pelaku bom bunuh diri tersebut. "Tapi kalau mujahid, itu nggak mungkin ngebom masjid, tujuannya mungkin memecah belah," kata dia.
Hasyim mengatakan, Abu Bakar Ba'asyir tak bisa menduga siapa pelaku bom bunuh diri tersebut. "Tapi kalau mujahid, itu nggak mungkin ngebom masjid, tujuannya mungkin memecah belah," kata dia.
VIVAnews.com
0 komentar:
Post a Comment